Sekedar berbagi informasi bagi yang membutuhkan dan ingin corat-coret aja sih di waktu luang. Walaupun sebenernya kagak bisa nulis sama sekali.hehhe
Kali ini aku mau berbagi cerita nih liburanku ke Lombok minggu kemarin. Bukan liburan sih, libur weekend lebih tepatnya.Karena aku adalah sang pemburu tiket promoan, jadi waktunya liburan ya sewaktu-waktu. Asal ada tiket murah aja, berangkaaaattt hahhaahha
Seperti halnya liburanku ke Lombok kali ini. Berawal dari dapat tiket promoan dari maskapai penerbangan tercinta, AirAsia, pada bulan November 2014 lalu. Saya mengajak 1 sahabat dan 1 kakak terbaik saya. Waktu itu saya hanya membayar uang tiket untuk 3 orang PP Surabaya - Lombok sebesar Rp. 1.345.800. Kalau dibagi 3 tinggal 448.600. Murah bukan? Kami berangkat pada tanggal 17 April 2015 (jauh bener yak tanggal beli sama tanggal berangkat, hahhaa). Sebenernya kami pesan untuk keberangkatan tanggal 16 April 2015, entah karena apa seminggu sebelum kami berangkat AirAsia mereschedule jadwal kami. Ya begitulah resiko tiket promoan. Padahal kami sudah menyiapkan segala sesuatunya. Termasuk booking penginapan di Lombok untuk 2 malam. huhuhuhu
Mungkin Tuhan berkehendak lain, akhirnya kami berangkat tanggal 17 April 2015. Bersyukur sih, selain kami berangkat di weekend session, aku juga seneng karena aku hanya cuti 1 hari aja di hari Jumat. Kalau berangkat tanggal 17 April 2015 kan aku harus cuti 2 hari di hari kamis dan jumat.hehehe
Kami berangkat dari bandara Juanda terminal 2 pada pukul 08.50 WIB. Perjalanan memakan waktu kurang lebih 55 menit. Karena perbedaan waktu antara Indonesia Bagian Barat dan Tengah, kami tiba di Bandara International Lombok (BIL) pada pukul 10.45 WITA.
Setibanya di Lombok, kami disusul oleh Bapak Sahnan. Beliau merupakan driver mobil sewaan kami. Beliau begitu ramah dan informatif sekali. Sebagai informasi, kami menyewa mobil disana untuk 12 jam seharga 450 ribu yang sudah kami pesan 2 minggu sebelum kami berangkat di http://www.lomboktrans.com/ . Harga tersebut sudah termasuk BBM dan driver. Recomended dehhh...
Sesuai itinerary ke Lombok yang sudah saya susun jauh hari, tujuan pertama kami adalah ke dusun Sade.
Dusun Sade terletak di kecamatan Pujut
Kabupaten Lombok Tengah, berjarak tidak jauh dari Bandara International Lombok (BIL). Kira-kira 20 menit kami sampai di lokasi. Taraaaa... welcome to Sasak Vilage SADE, Rembitan - Lombok...
Dusun ini berada di tepi jalan raya Praya-Kuta. Tentu tidak akan sulit menemukannya karena terdapat papan besar penunjuk tempat. Selain adanya penunjuk, corak dusun yang begitu unik membuat tempat ini amat mudah dikenali. Di depan pintu masuk desa Sade tersebut terdapat parkiran yang luas. Di parkiran tersebut juga sudah banyak bersiap para tour guide lokal asli penduduk desa Sade dengan pakaian khasnya. Ketika turun dari mobil kami segera disambut hangat oleh salah seorang tour guidenya, namanya Pak Budi.Sebelum masuk kami diharuskan mengisi buku tamu. Tidak ada tarif tiket untuk masuk desa yang konon menjadi desa wisata tersebut. Namun disebelah meja registrasi tersebut terdapat kotak untuk kita isi seikhlasnya. Kata Pak Sahnan driver kami bilang isi aja 5 ribu pada saat berbincang di mobil tadi. Kami mengisi kotak tersebut 10 ribu rupiah. Sembari kami registrasi, kami dijelaskan asal-usul desa Sade dan sebagainya oleh pak Budi. Panjaaaaang banget ceritanya, sampek bingung ini mau menceritakan karena udah lupa. whehehehe
Desa Sade ini sangatlah menarik, corak pertama yang menarik adalah konstruksi rumahnya. Rumah-rumah masyarakat dusun ini terbuat dari bambu yang kadang dikombinasi dengan kayu. Atapnya menggunakan ijuk jerami. Interior rumahnya unik terdiri dari 2 ruang yakni ruang bagian depan dan bagian belakang yang tingginya lebih tinggi 2 anak tangga. Untuk memasuki ruang dalam Anda harus melewati pintu kayu berukuran kecil dan berbentuk oval. Sekilas seperti pintu pada Iglo, rumah milik orang eskimo. Lantai yang digunakan masih berupa tanah yang telah menyerupai batu padas alami yang dibentuk sedemikian rupa hingga menjadi lantai
Masyarakat Sade masih mempertahankan arsitektur dan tata ruang dengan makna filosofis dan nilai estetika yang jelas turun temurun dilakukan penduduk dusun ini. Di desa ini rumah adat lazim disebut Bale Ratih. Selain rumah, masyarakat dusun ini juga membangun lumbung padi yang sangat khas. Bagian bawah lumbung terdapat bale-bale tempat bercengkerama warga.
Suku sasak adalah suku asli Lombok yang menganut agama Islam Wektu Telu yakni Islam yang memiliki unsur-unsur Hindu Budha. Selain umat Muslim, dusun ini juga dihuni kelompok minoritas Bodha. Penganut Bodha masih mempercayai animisme berpadu dengan Buddhisme. Masyarakat dusun Sade memang menolak modernisasi. Mereka nyaman hidup dengan cara mereka sendiri. Oleh karenanya, tak heran jika kehidupan tradisional masih sangat kental disini. Wanita dusun Sade bermata pencaharian sebagai penenun. Mereka mampu menghasilkan tenun ikat yang indah khas Lombok yang dipasarkan di Art Shop maupun di depan rumah mereka masing-masing. Semua wanita disana menjual hasil tenunan ataupun hasil kerajinan mereka masing-masing. Termasuk anak-anak.
Ketika kami melewati salah satu rumah tersebut ada seorang anak kecil yang menawarkan gelang buatannya, "mari kak gelangnya, sepuluh ribu tiga", ucapnya dengan lantang. Melihat gelangnya unyu-unyu kayak aku (hehehhe), aku pun jawab " Sepuluh ribu empat deh adek cantik".
"Tidak dapat kakak, ini buatnya sulit....", katanya panjang lebar. Setelah negosiasi lama akhirnya dapet deh 4 buah gelang unyu-unyu itu dengan harga 10 rb rupiah aja. Gelangnya terbuat dari potongan kayu-kayu kecil seukuran biji jagung yang telah diukir khas ukiran lombok. Kalau kesana patut beli deh, itung-itung buat tambahan jajan adek-adek disana (gimana mau jajan, harga 10rb aja masih ditawar,hahahaha).
Warga-warga disana sangatlah ramah, mulai anak-anak hingga orang dewasa. Terbukti ketika kami mampir di salah satu stand rumah warga terdapat ibu-ibu yang menawarkan kain tenun hasil tenunannya dengan ramah. Bahkan si ibu menawarkan kami untuk mencoba menenun. Tak pikir panjang, saya pun segera mencobanya. Dengan telatennya si ibu mengajariku cara menenun. Ternyata sulitnyaaaa....
Wajar deh kalo harganya mahal. Satu kain tersebut dibuatnya selama kurang lebih 2 minggu, itupun kalau dikerjakan setiap hari dan dengan kerja keras. Kalau dikerjakan dengan biasa, bisa memakan waktu hingga 2 bulan. Satu kain dengan ukuran 2 x 1 m mereka tawarkan dengan harga 200rb, itupun masih bisa ditawar katanya. Entahlah itu murah atau mahal. Silahkan analisa sendiri, hehehehehe
Setelah mengitari sebagian desa dan memahami sebagian culture unik desa Sade tersebut, kami pun berpamitan dengan Pak Budi. Sebenernya masih pengen mengitari seluruh isi desa serta memahami seluruh budaya arif yang masih belum kami lihat.Semoga next time kita bisa bertemu kembali yaa....
Keep Save ur Culture, Keep Smile for All....
Thanks desa Sade :)
Setelah menjamah keunikan desa Sade, kami berlanjut ke.......http://sijiteloe.blogspot.com/2015/04/jelajah-lombok-hot-tetapi-tidak-pedas_23.html
Dusun ini berada di tepi jalan raya Praya-Kuta. Tentu tidak akan sulit menemukannya karena terdapat papan besar penunjuk tempat. Selain adanya penunjuk, corak dusun yang begitu unik membuat tempat ini amat mudah dikenali. Di depan pintu masuk desa Sade tersebut terdapat parkiran yang luas. Di parkiran tersebut juga sudah banyak bersiap para tour guide lokal asli penduduk desa Sade dengan pakaian khasnya. Ketika turun dari mobil kami segera disambut hangat oleh salah seorang tour guidenya, namanya Pak Budi.Sebelum masuk kami diharuskan mengisi buku tamu. Tidak ada tarif tiket untuk masuk desa yang konon menjadi desa wisata tersebut. Namun disebelah meja registrasi tersebut terdapat kotak untuk kita isi seikhlasnya. Kata Pak Sahnan driver kami bilang isi aja 5 ribu pada saat berbincang di mobil tadi. Kami mengisi kotak tersebut 10 ribu rupiah. Sembari kami registrasi, kami dijelaskan asal-usul desa Sade dan sebagainya oleh pak Budi. Panjaaaaang banget ceritanya, sampek bingung ini mau menceritakan karena udah lupa. whehehehe
Desa Sade ini sangatlah menarik, corak pertama yang menarik adalah konstruksi rumahnya. Rumah-rumah masyarakat dusun ini terbuat dari bambu yang kadang dikombinasi dengan kayu. Atapnya menggunakan ijuk jerami. Interior rumahnya unik terdiri dari 2 ruang yakni ruang bagian depan dan bagian belakang yang tingginya lebih tinggi 2 anak tangga. Untuk memasuki ruang dalam Anda harus melewati pintu kayu berukuran kecil dan berbentuk oval. Sekilas seperti pintu pada Iglo, rumah milik orang eskimo. Lantai yang digunakan masih berupa tanah yang telah menyerupai batu padas alami yang dibentuk sedemikian rupa hingga menjadi lantai
Ada satu kebiasaan unik yang hanya
dimiliki masyarakat Dusun Sade yaitu tradisi bersih rumah khususnya
mengepel lantai. Yang membuat unik dan membuat kami tercengang adalah bahan yang digunakan untuk mengepel lantai tersebut. Bukan sabun lantai atau sebagaianya. Apa itu bahan pembersihnya?
Mereka membersihkan rumah menggunakan
kotoran sapi atau kerbau yang dicampur air. Lantai dan dinding rumah
yang dibaluri kotoran sapi dipercaya dapat mengusir lalat dan menjadikan
lantai mengkilap. Memang ketika kaki menginjak lantai, ubin terasa
licin muncul rasa dingin menyentuh telapak kaki. Kaki pun tidak
merasakan adanya buliran kesat layaknya serpihan pasir lembut.
Selain kotoran sapi dapat menyerap debu
dan menjadikan lantai mengkilap, kotoran sapi dapat mendinginkan rumah
pada musim kemarau serta menghangatkan rumah pada musim penghujan.
Biasanya tradisi membersihkan lantai dan dinding rumah dilakukan oleh
kaum perempuan yang sudah berkeluarga.
Setidaknya sebulan sekali mereka
membersihkan lantai dengan kotoran sapi atau kerbau. Selain untuk
mengepel lantai, kotoran sapi atau kerbau dipakai untuk bahan campuran
membuat lantai rumah adat. Dengan adanya campuran sisa buangan kotoran
hewan, lantai rumah menjadi kuat dan tidak mudah retak.
Karena kotoran kerbau atau sapi tidak
bisa bersenyawa dengan tanah liat yang ada di dusun ini maka materi
campuran ini berfungsi juga sebagai zat perekat. Lantai rumah juga tidak
menjadi lembab. Inilah bentuk kearifan lokal yang terus bertahan di
tengah perubahan zaman yang modern ini.
Masyarakat Sade masih mempertahankan arsitektur dan tata ruang dengan makna filosofis dan nilai estetika yang jelas turun temurun dilakukan penduduk dusun ini. Di desa ini rumah adat lazim disebut Bale Ratih. Selain rumah, masyarakat dusun ini juga membangun lumbung padi yang sangat khas. Bagian bawah lumbung terdapat bale-bale tempat bercengkerama warga.
Suku sasak adalah suku asli Lombok yang menganut agama Islam Wektu Telu yakni Islam yang memiliki unsur-unsur Hindu Budha. Selain umat Muslim, dusun ini juga dihuni kelompok minoritas Bodha. Penganut Bodha masih mempercayai animisme berpadu dengan Buddhisme. Masyarakat dusun Sade memang menolak modernisasi. Mereka nyaman hidup dengan cara mereka sendiri. Oleh karenanya, tak heran jika kehidupan tradisional masih sangat kental disini. Wanita dusun Sade bermata pencaharian sebagai penenun. Mereka mampu menghasilkan tenun ikat yang indah khas Lombok yang dipasarkan di Art Shop maupun di depan rumah mereka masing-masing. Semua wanita disana menjual hasil tenunan ataupun hasil kerajinan mereka masing-masing. Termasuk anak-anak.
Ketika kami melewati salah satu rumah tersebut ada seorang anak kecil yang menawarkan gelang buatannya, "mari kak gelangnya, sepuluh ribu tiga", ucapnya dengan lantang. Melihat gelangnya unyu-unyu kayak aku (hehehhe), aku pun jawab " Sepuluh ribu empat deh adek cantik".
"Tidak dapat kakak, ini buatnya sulit....", katanya panjang lebar. Setelah negosiasi lama akhirnya dapet deh 4 buah gelang unyu-unyu itu dengan harga 10 rb rupiah aja. Gelangnya terbuat dari potongan kayu-kayu kecil seukuran biji jagung yang telah diukir khas ukiran lombok. Kalau kesana patut beli deh, itung-itung buat tambahan jajan adek-adek disana (gimana mau jajan, harga 10rb aja masih ditawar,hahahaha).
Warga-warga disana sangatlah ramah, mulai anak-anak hingga orang dewasa. Terbukti ketika kami mampir di salah satu stand rumah warga terdapat ibu-ibu yang menawarkan kain tenun hasil tenunannya dengan ramah. Bahkan si ibu menawarkan kami untuk mencoba menenun. Tak pikir panjang, saya pun segera mencobanya. Dengan telatennya si ibu mengajariku cara menenun. Ternyata sulitnyaaaa....
Wajar deh kalo harganya mahal. Satu kain tersebut dibuatnya selama kurang lebih 2 minggu, itupun kalau dikerjakan setiap hari dan dengan kerja keras. Kalau dikerjakan dengan biasa, bisa memakan waktu hingga 2 bulan. Satu kain dengan ukuran 2 x 1 m mereka tawarkan dengan harga 200rb, itupun masih bisa ditawar katanya. Entahlah itu murah atau mahal. Silahkan analisa sendiri, hehehehehe
Setelah mengitari sebagian desa dan memahami sebagian culture unik desa Sade tersebut, kami pun berpamitan dengan Pak Budi. Sebenernya masih pengen mengitari seluruh isi desa serta memahami seluruh budaya arif yang masih belum kami lihat.Semoga next time kita bisa bertemu kembali yaa....
Keep Save ur Culture, Keep Smile for All....
Thanks desa Sade :)
Setelah menjamah keunikan desa Sade, kami berlanjut ke.......http://sijiteloe.blogspot.com/2015/04/jelajah-lombok-hot-tetapi-tidak-pedas_23.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar